Selasa, 14 Juni 2011

SINOPSIS NOVEL SANG GURU

Ben adalah seorang pemuda berusia 20 tahun asal Pulau Rote yang datang ke Ternate dengan membawa ijazah SGA (Sekolah Guru Atas). Ia pun membawa ibunya ke Ternate. Disana, ia ditugasi mengajar di sebuah sekolah negeri dengan gaji minim dan tidak ada tempat tinggal. Hal inilah yang menjadi persoalan bagi Ben dan ibunya. Oleh karena itu, ketika sekolah tempatnya mengajar menawarkan gudang sebagai tempat tinggal sementara, ia pun menerimanya. Setelah menggeser-nggeser isi gudang, akhirnya ia mendapat tempat tinggal yang cukup layak untuk ditinggali bersama ibunya.
Adapun persoalan makan sehari-hari teratasi berkat bantuan Pak Ismail, kuli pelabuhan sekaligus pesuruh sekolah yang kebetulan membuka warung yang tidak jauh dari ‘rumah’ Ben. Dengan demikian, teratasilah dua kesulitan yang dihadapi Ben dan ibunya.
Diantara guru kenalan barunya di sekolah itu, yang paling berkesan adalah Frits, bujangan asal Manado yang kemudian menjadi teman akrab Ben. Dari pergaulannya dengan Frits, Ben masuk menjadi anggota PBB (Persatuan Bujang Bingung), sebuah “organisasi” tak resmi para lajang di lingkungan tempat tinggal Ben.
Pada suatu malam, Ben, Sofie, seorang guru SKP yang telah mencuri hatinya, dan Fatma, teman Sofie sesame guru yang juga tinggal di mes yang sama, pergi menonton. Ketika sedang asyik menonton, terjadilah keributan antara anggota polisi dan anggota brigade, yang diwarnai tembak-menembak antara kedua angkatan.
Keributan terus berlanjut hingga beberapa hari kemudian, bahkan meluas dan ditunggangi oleh “pihak ketiga” yang ingin mencari keuntungan. Keributan itupun berujung pada pembakaran dan penjarahan toko-toko. Warung Pak Ismail pun tidak luput dari pembakaran.
Pada pagi hari, setelah terjadi kerusuhan dan penjarahan, Ben bertemu dengan seorang kuli pelabuhan yang berhasil menjarah sejumlah mutiara dari sebuah toko perhiasan. Tanpa diduga, orang itu mengisi dua saku baju Ben dengan mutiara. Hal ini sebagai ungkapan terima kasih karena Ben telah berjasa memberikan pendidikan kepada anaknya. Ben sempat bahagia karena mutiara-mutiara itu dapat merubah hidupnya dan hidup orang lain. Akan tetapi, ia juga memikirkan akibat yang akan diterimanya dari kepemilikan barang haram itu.
Keterombang-ambingan Ben karena kepemilikan mutiara terus berlanjut antara mengembalikan dan memanfaatkan barang berharga itu. Ketika terjadi kecelakaan atas Said, putra Pak Ismail, Ben memutuskan menggunakan mutiara itu untuk menolong pengobatan Said dengan cara membawanya ke rumah sakit di Manado. Namun, Ben kembali ragu akan keputusannya ketika di kapal yang akan membawanya ke Manado, dia bertemu dengan orang yang memberikan mutiara curian itu, yang sedang berjalan dengan A Tong, yang diketahuinya dari koran sebagai pemilik mutiara itu. Akhirnya ia memutuskan untuk mengembalikan mutiara itu melalui Pak Ismail meskipun ia harus kehilangan kesempatan untuk menolong Said.
Sambil menunngu pengobatan Said, senyampang di Manado, tempat tinggal orang tua Sofie, Ben dan Sofie memutuskan untuk segera menikah. Apalagi sebenarnya mereka telah berhubungan suami istri di pantai berpasir putih ketika mereka pulang dari perundingan tentang pengobatan Said di rumah Pak Saleh.
Pada suatu malam, dengan suara lirih yang dikuat-kuatkan, Pak Ismail menyampaikan kabar kematian Said kapada Ben, Frits, Sofie, dan Irma, yang ikut mengantar dan menunggui Said di Manado. Ibu Ismail dan anak-anaknya yang lain segera pergi ke Manado. Keluarga Pak Ismail pun memutuskan untuk pindah dan memulai hidup baru di Manado.
Tak sampai sebulan setelah kepindahan keluarga Pak Ismail ke Manado, Ben dan Sofie menikah. Satu bulan pernikahan mereka, terjadilah pemberontakan Permesta. Oleh karena itu, Ben dan Sofie tidak bisa kembali ke Ternate untuk mengajar.
Setelah tersiksa berminggu-minggu sebagai pengangguran, Ben memutuskan melamar menjadi tentara Permesta. Pengalaman menjadi tentara membuat Ben menertawakan pengalamannya sebagai guru yang secara finansial jauh dari penghasilannya sebagai tentara. Namun, karena terus-menerus dihantui ketakutan, Sofie meminta bantuan keluarganya di dinas ketentaraan untuk memensiunkan Ben. Tak sampai hati melihat Ben yang seperti orang frustasi, Frits menghadiahinya alat pemarut kelapa. Akhirnya Ben memutuskan untuk menggulung ijazahnya dan bertekad membantu mertuanya menjadi pengusaha kelapa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar